Jumat, 18 Oktober 2013

TEORI BELAJAR



BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang Masalah  
Pengajaran identik dengan pendidikan. Pengajaran adalah suatu proses aktivitas mengajar dan belajar, didalamnya terdapat dua subjek yang saling terlibat, yaitu guru dan peserta didik. Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam melaksanakan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Adanya proses yang panjang dan tertata dengan rapi serta berjenjang akan memungkinkan belajar menjadi lebih baik dan efisien.
Teori belajar merupakan upaya untuk mendeskripsikan bagaimana manusia belajar, sehingga membantu kita semua memahami proses inhern yang kompleks dari belajar. Ada tiga perspektif utama dalam teori belajar, yaitu Behaviorisme, Kognitivisme, dan Konstruktivistik. Pada dasarnya teori pertama dilengkapi oleh teori kedua dan seterusnya, sehingga ada varian, gagasan utama, ataupun tokoh yang tidak dapat dimasukkan dengan jelas termasuk yang mana, atau bahkan menjadi teori tersendiri. Namun hal ini tidak perlu kita perdebatkan. Yang lebih penting untuk kita pahami adalah teori mana yang baik untuk diterapkan pada kawasan tertentu, dan teori mana yang sesuai untuk kawasan lainnya. Pemahaman semacam ini penting untuk dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.
Tujuan teori belajar adalah menjelaskan proses belajar. Teori belajar menaruh perhatian pada bagaimana seseorang belajar. Dalam makalah ini pemakalah akan menjelaskan tentang hal-hal yang berkaitan dengan teori-teori belajar.

B.   Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah yang akan dikaji adalah Apa yang dimaksud dengan teori-teori belajar menurut para ahli, implikasi teori-teori belajar dan manfaat mempelajarinya?
C.   Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan makalah ini adalah akan dibahas tentang
1.      Pengertian teori-teori belajar
2.      Lima Teori-teori belajar  
3.      Implikasi teori-teori belajar
4.      Manfaat mempelajari teori-teori belajar

BAB II
PEMBAHASAN

A.   Pengertian Teori Belajar
Kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok yang terjadi di sekolah, Ini berarti bahwa berhasil atau tidaknya pencapai tujuan pendidikan hanya bergantung kepada bagaimana proses belajar yang di alami oleh murid sebagai anak didik. Menurut Cronbach dia mengemukakan dalam bunkunya educational psychology dengan menyatakan bahwa “Belajar dengan yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami dan dalam mengalami itu sipengajar mempergunakan panca indranya
Winkel (1997) berpendapat bahwa belajar pada manusia dapat dirumuskan sebagai suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat relatif konstan dan berbekas.
Belajar merupakan suatu usaha atau kegiatan yang bertujuan mengadakan perubahan di dalam diri seseorang, mencakup perubahan tingkah laku, sikap, kebiasaan, ilmu pengetahuan, keterampilan dan sebagainya.
Di dalam belajar, siswa mengalami sendiri proses dari tidak tahu menjadi tahu, karena itu menurut Cronbach (Sumadi Suryabrata,1998) : “Belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami dan dalam mengalami itu   pelajar mempergunakan pancainderanya. Pancaindera tidak terbatas hanya indera pengelihatan saja, tetapi juga berlaku bagi indera yang lain.”
Belajar dapat dikatakan berhasil jika terjadi perubahan dalam diri siswa, namun tidak semua perubahan perilaku dapat dikatakan belajar karena perubahan tingkah laku akibat belajar memiliki ciri-ciri perwujudan yang khas (Muhibbidin Syah, 2000) antara lain :
1.      Perubahan Intensional
Perubahan dalam proses berlajar adalah karena pengalaman atau praktek yang dilakukan secara sengaja dan disadari. Pada ciri ini siswa menyadari bahwa ada perubahan dalam dirinya, seperti penambahan pengetahuan, kebiasaan dan keterampilan.
2.      Perubahan Positif dan aktif
Positif berarti perubahan tersebut baik dan bermanfaat bagi kehidupan serta sesuai dengan harapan karena memperoleh sesuatu yang baru, yang lebih baik dari sebelumnya. Sedangkan aktif artinya perubahan tersebut terjadi karena adanya usaha dari siswa yang bersangkutan.
3.      Perubahan efektif dan fungsional
Perubahan dikatakan efektif apabila membawa pengaruh dan manfaat tertentu bagi siswa. Sedangkan perubahan yang fungsional artinya perubahan dalam diri siswa tersebut relatif menetap dan apabila dibutuhkan perubahan tersebut dapat direproduksi dan dimanfaatkan lagi.
Dari defenisi yang telah dikemukakan diatas bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan tinggkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan secara sengaja, disadari dan perubahan tersebut relatif menetap serta membawa pengaruh dan manfaat yang positif bagi siswa dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Teori adalah cara-cara atau metode yang digunakan untuk mempelajari atau meneliti sesuatu dalam sesuatu proses pembelajaran. Berarti teori belajar adalah cara-cara aygn digunakan untuk memahami tingkah laku individu yang relative menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan.
B.   Teori-Teori Belajar
Teori belajar berpangkal pada pandangan hakikat manusia, yaitu hakikat manusia menurut pandangan john locke yaitu manusia merupakan organisme yang pasif. Locke menganggap bahwa manusia itu seperti kertas putih, hendak ditulisi apa kertas itu sangat tergantung pada orang yang menulisnya. Dari pandangan ini muncul aliran belajar behavioristik-elementeristik.
1.    Teori belajar Behaviorisme
Menurut aliran behavioristik, belajar pada hakikatnya adalah pembentukan asosiasi antara kesan yang ditangkap panca indra dengan kecemderungan untuk bertindak atau hubungan antara stimulus dan respons (R-S). Belajar adalah upaya untuk membentuk hubungan stimulus dan respons sebanyak-banyaknya.
Teori-teori belajar yang termasuk ke dalam kelompok behavioristik diantaranya :
a.    Koneksionisme, dengan tokohnya Thorndike
b.   Classical conditioning, dengan tokohnya Pavlop
c.    Operant conditioning, yang dikembangkan oleh Skinner
d.   Systematic behavior, yang dikembangkan oleh hull
e.    Contiguous conditioning, yang dikembangkan oleh Guthrie
Tokoh-tokoh penting yang mengembangkan teori belajar behavioristik, dapat dijelaskan sebagai berikut :
a.      Thorndike
Rumpun teori ini disebut Behaviorisme karena sangat menekankan perilaku atau tinggkah laku yang dapat diamati. Teori-teori dalam rumpun ini bersifat molecular, karena memendang kehidupan individu terdiri atas unsure-unsur seperti halnya molekul-molekul. Menurut teori ini tinggkah laku manusia tidak lain dari suatu hubungan anatara perangsang jawaban atau Stimulus Raspons. Belajar adalah pembentukan hubungan Stimulus Respons sebanyak-banyaknya. Pembentukan hubungan Stimulus Respons dilakukan melalui ulangan-ulangan.
Ada beberapa teori belajar yang termasuk pada rumpun Behavionisme ini antara lain :
1)   Teori Koneksionisme
Koneksionisme merupakan teori yang paling awal dari rumpun Berhaviorisme. Teori belajar koneksionisme dikembangkan oleh Edward  Trhorndike. Menurut thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus yaitu apa saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indra. Sedangkan respon yaitu reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran, perasaan atua gerakan/tindakan.
Selanjutnya dalam teori koneksionisme ini Thorndike mengemukakan hukum-hukumbelajarsebagaiberikut :
a)      Hukum kesiapan (Low Of Readiness)
Dimana hubungan antara stimulus dan respon akan mudah terbentuk manakala ada persiapan dalam diri individu imlikasi praktis dari hukum ini adalah, bahawa keberhasialan belajar seseorang tergantnug dari ada atau tidak adanaya kesiapan.
b)     Hukum latihan ( Low Of Eserdse )
Hukum ini menjelaskan kemungkinan kuat dan lemahnya hubungan stimulus dan respons. Implikasi dari hukum ini dalah makin sering pelajaran diulang, maka akan semakin dikuasainya pelajaran itu.
c)      Hukum akibat (Low Of Effect)
Hukum ini menunjuk kepada kuat atau lemahnya hubungan stimulus dan respons tergantung kepada akibat yang ditimbulkannya. Implikasi dari hukum ini adalah apabila mengharapakan agar seseorang dapat mengulangi respons yang sama, maka harus diupayakan agar menyenangkan dirinya.
2)   Teori Pengkondisian (conditioning)
Teori pengkondisian merupakan pengembangan lebih lanjut dari teori Koneksionisme. Tokoh teori ini adalah Ivan Pavlov. Ia adalah ahli Psikologi Refleksiologi dari Rusia. Sebagaiman dijelaskan oleh Hendry C Ellis, bahwa dalam prosedur penelitiannya Pavlov menggunakan laboratorium binatang sebagai tempat penelitian. Sama halnya dengan Thorndike, dia juga percaya bahwa belajar pada hewan memiliki prinsip yang sama dengan manusia. Belajar atau pembentukan perilaku perlu dibantu dengan kondisi tertentu. Belajar merupakan suatu upaya untuk mengkondisikan pembentukan suatu perilaku atau respons terhadap sesuatu.
3)   Teori Penguatan (Reinforcement)
Kalau teori pengkondisian yang diberi kondisi adalah perangsangannya, maka pada teori penguatan yang dikondisi atau diperkuat adalah responsnya.
4)   Teori Operant Conditioning
Tokoh utamanya adalah Skinner. Menurut Skinner tingkah laku bukankah sekedar Respons terhadap Stimulus, tetapi merupakan suatu tindakan yang disengaja atau Operant. Ini dipengaruhi oleh apa yang terjadi sesudahnya.
b.      Pavlov
Konsep teori yang dikemukakan oleh Ivan Petrovitch Pavlov ini secara garis besar tidak jauh berbeda dengan pendapat Thorndike. Jika Throndike ini menekankan tentang hubungan stimulus dan respons, dan di sini guru sebaiknya tahu tentang apa yang akan diajarkan, respons apa yang diharapkan muncul pada diri siswa, serta tahu kapan sebaiknya hadiah sebagai reinforcement itu diberikan; maka Pavlov lebih mencermati arti pentingnya penciptaan kondisi atau lingkungan yang diperkirakan dapat menimbulkan respons pada diri siswa.
c.      E.R Guthrie
Pendapat Thorndike dan Pavlov ini ditegaskan lagi oleh Guthrie, di mana ia menyatakan dengan hukumnya yaitu “The Law of Association”, yang berbunyi : “A combination of stimuli which has accompanied a movement will on its recurrence tend to be followed by that movement”  Secara sederhana dapat diartikan bahwa gabungan atau kombinasi suatu kelas stimuli yang menyertai atau mengikuti suatu gerakan tertentu, maka ada kecenderungan bahwa gerakan itu akan diulangi lagi pada situasi/stimuli yang
sama.
Teori behaviorisme  yang menekankan adanya hubungan antara stimulus (S) dengan respons (R) secara umum dapat dikatakan memiliki arti yang penting bagi siswa untuk meraih keberhasilan belajar. Caranya, guru banyak memberikan stimulus dalam proses pembelajaran, dan dengan cara  ini siswa akan merespons secara positif apa lagi jika diikuti dengan adanya  reward yang berfungsi sebagai reinforcement  (penguatan terhadap respons yang telah ditunjukkan). Oleh karena teori ini berawal dari adanya percobaan sang tokoh behavioristik terhadap binatang, maka dalam konteks pembelajaran ada beberapa prinsip umum yang harus diperhatikan. Menurut Mukinan (1997), beberapa prinsip tersebut adalah:
a.      Teori ini beranggapan bahwa yang dinamakan belajar adalah perubahan tingkah laku. Seseorang dikatakan telah belajar sesuatu jika yang bersangkutan dapat menunjukkan perubahan tingkah laku tertentu.
b.      Teori ini beranggapan bahwa yang terpenting dalam belajar adalah adanya stimulus dan respons, sebab inilah yang dapat diamati. Sedangkan apa yang terjadi di antaranya dianggap tidak penting karena tidak dapat diamati.
c.      Reinforcement, yakni apa saja yang dapat menguatkan timbulnya respons, merupakan faktor penting dalam belajar. Respons akan semakin kuat apabila reinforcement (baik positif maupun negatif) ditambah. 
Jika yang menjadi titik tekan dalam proses terjadinya belajar pada diri siswa adalah timbulnya hubungan antara stimulus dengan respons, di mana hal ini berkaitan dengan tingkah laku apa yang ditunjukkan oleh siswa, maka penting kiranya untuk memperhatikan hal-hal lainnya di bawah ini, agar guru dapat mendeteksi atau menyimpulkan bahwa proses pembelajaran itu telah berhasil. Hal yang dimaksud adalah sebagai berikut :
a.      Guru hendaknya paham tentang jenis stimulus apa yang tepat untuk diberikan kepada siswa.
b.      Guru juga mengerti tentang jenis respons apa yang akan muncul pada diri siswa.
c.      Untuk mengetahui apakah respons yang ditunjukkan siswa ini benar-benar sesuai dengan apa yang diharapkan, maka guru harus mampu :
1)      Menetapkan bahwa respons itu dapat diamati (observable)
2)      Respons yang ditunjukkan oleh siswa dapat pula diukur (measurable)
3)      Respons yang diperlihatkan siswa hendaknya dapat dinyatakan secara eksplisit atau jelas kebermaknaannya (eksplisit)
4)      Agar respons itu dapat senantiasa terus terjadi atau setia dalam ingatan/tingkah laku siswa, maka diperlukan sekali adanya semacam hadiah (reward).

2.    Teori Kognitivisme
Pada teori belajar kognitivisme, belajar adalah pengorganisasian aspek-aspek kognitif dan perseptual untuk memperoleh pemahaman. Tujuan dan tingkahlaku sangat dipengaruhi oleh proses berfikir internal yang terjadi selama proses belajar. Teori-teori yang termasuk ke dalam kelompok kognitif holistic di antaranya:
a.      Teori Gestalt, dengan tokohnya Kofka, Kohler, dan Wetheimer
b.      Teori Medan (field theory), dengan tokohnya Lewin
c.      Teori organismik yang dikembangkan oleh Wheeler
d.      Teori humanistic, dengan tokohnya Maslow dan Rogers
e.      Teori konstruktivistik, dengan tokohnya Jean Piaget
Menurut Peaget (dalam Hudoyo, 1990) Manusia berhadapan dengan tantangan, pengalaman, gejala baru, dan persoalan yang harus ditanggapinya secaca kognitif (mental). Untuk itu, manusia harus mengembangkan skema pikiran lebih umum atau rinci, atau perlu perubahan, menjawab dan menginterpretasikan pengalaman-pengalaman tersebut. Dengan cara itu, pengetahuan seseorang terbentuk dan selalu berkembang.
Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
3.    Teori Konstruktivistik
Konstruktivistik adalah integrasi prinsip yang diekplorasi melalui teori Chaos, network, dan teori kekompleksitas dan organisasi diri. Belajar adalah proses yang terjadi dalam lingkungan samar-samar dari peningkatan elemen-elemen inti tidak seluruhnya dikontrol oleh individu. Belajar (didefinisikan sebagai pengetahuan yang dapat ditindak) dapat terletak di luar diri kita (dalam organisasi atau suatu database), terfokus pada hubungan serangkaian informasi yang khusus, dan hubungan tersebut memungkinkan kita belajar lebih banyak dan lebih penting dari pada keadaan yang kita tahu sekarang.
Konstruktivistik diarahkan oleh pemahaman bahwa keputusan didasarkan pada perubahan yang cepat. Informasi baru diperoleh secara kontinu, yang penting adalah kemampuan untuk menentukan antara informasi yang penting dan tidak penting. Yang juga penting adalah kemampuan mengetahui kapan informasi berganti (baru). Prinsip-prinsip Konstruktivistik sebagaimana yang diungkapkan Siemens (2005) adalah:
a)      Belajar dan pengetahuan terletak pada keberagaman opini.
b)     Belajar adalah suatu proses menghubungkan (connecting)sumber-sumber informasi tertentu.
c)      Belajar mungkin saja terletak bukan pada alat-alat manusia.
d)     Kapasitas untuk mengetahui lebih banyak merupakan hal yang lebih penting dari pada apa yang diketahui sekarang.
e)      Memelihara dan menjaga hubungan-hubungan (connections) diperlukan untuk memfasilitasi belajar berkelanjutan.
f)       Kemampuan untuk melihat hubungan antara bidang-bidang, ide-ide, dan konsep merupakan inti keterampilan.
g)      Saat ini (pengetahuan yang akurat dan  up-to-date) adalah maksud dari semua aktivitas belajar konektivistik.
h)     Penentu adalah proses belajar itu sendiri. Pemilihan atas apa yang dipelajari dan makna dari informasi yang masuk nampak melalui realita yang ada.
Konstruktivistik juga menyatakan tantangan yang dihadapi dalam pengelolaan aktivitas. Pengetahuan yang dibutuhkan dihubungkan (to be connected) dengan orang yang tepat dalam konteks yang tepat agar dapat diklasifikasikan sebagai belajar. Behaviorisme, kognitivisme, dan Konstruktivistik tidak menyatakan tantangan-tantangan dari pengetahuan organisasional dan pergantian (transference).

4.    Teori Belajar Humanistik
Mazhab humanis pula berpendapat pembelajaran manusia  bergantung kepada emosi dan perasaannya. Seorang ahli mazhab ini, Carl Rogers menyatakan bahawa setiap individu itu mempunyai cara belajar yang berbeda dengan individu yang lain. Oleh itu, strategi dan pendekatan dalam proses pengajaran dan pembelajaran hendaklah dirancang dan disusun mengikuti kehendak dan perkembangan emosi pelajar itu. Beliau juga menjelaskan bahawa setiap individu mempunyai potensi dan keinginan untuk mencapai kecemerlangan kendiri. Maka, guru hendaklah menjaga kendiri pelajar dan member  bimbingan supaya potensi mereka dapat diperkembangkan ke tahap optimum.
Menurut Teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambatlaun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.
Tujuan utama  teori humanistik  adalah pendidik  membantu siswa untuk mengembangkan dirinya, untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka. Para ahli humanistik melihat adanya dua bagian pada proses belajar, ialah
a)      Proses pemerolehan informasi baru
b)     Personalia informasi ini pada individu
Implikasi Teori Belajar Humanistik  yaitu guru sebagai fasilitator
Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator yang berikut ini adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas sifasilitator. Ini merupakan ikhtisar yang sangat singkat dari beberapa guidenes (petunjuk) :
1)      Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas
2)      Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
3)      Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
4)      Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.
5)      Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
6)      Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok
7)      Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat berperanan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti siswa yang lain.
8)      Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam  kelompok, perasaannya dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa
9)      Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan yang dalam dan kuat selama belajar.

5.    Teori Belajar Sibernetik
Teori ini berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu informasi. Menurut teori ini belajar adalah pengolah informasi. Teori ini mempunyai kesamaan dengan teori kognitif yang mementinkan proses. Proses memang penting dalam teori sibernetik. Namun yang lebih penting lagi adalah “sistem informasi” yang di proses itu. Informasi inilah yang akan menentukan proses.
Asumsi lain teori ini adalah bahwa tidak ada satu proses belajar pun yang ideal untuk segala situasi, yang cocok untuk semua siswa. Sebuah informasi mungkin akan dipelajari seorang siswa dengan satu macam proses belajar, dan informasi yang sama mungkin, akan dipelajari siswa lain melalui proses belajar  yang berbeda.
Dalam bentuk yang lebih praktis, teori ini misalnya telah dikembangkan oleh Landa (dalam pendekatan yang disebut algoritmik dan heuristik, Pask dan Scott (dengan pembagian siswa tipe menyeluruh atau wholist dan tipe serial atau serialist) atau pendekatan-pendekatan lain yang berorientasi pada pengolahan informasi.
a.      Landa
Menurut Landa, ada dua macam proses berpikir. Pertama disebut proses berpikir algoritmik, yaitu proses berpikir linier, konvergen, lurus menuju ke satu target tertentu. Kedua adalah cara berfikir heuristik yakni cara berfikir divergen, menuju ke beberapa target sekaligus.
Proses belajar akan berjalan dengan baik jika apa yang hendak dipelajari itu atau masalah hendak dipecahkan atau dalam istilah yang lebih teknis, sistem informasi yang hendak dipelajari diketahui ciri-cirinya. Satu hal lebih tepat disajikan dalam urutan teratur, linier, sekuensial, satu hal lain lebih tepat jika disajikan dalam bentuk “terbuka” dan memberi keleluasaan kepada siswa untuk berimajinasi dan berfikir.
Misalnya agar siswa mampu memahami sebuah rumus matematika, mungkin akan lebih efektif jika prestasi informasi tentang rumus ini disajikan secara algoritmik. Alasannya adalah sebuah rumus matematika biasanya mengikuti urutan tahap demi tahap yang sudah teratur dan mengarah ke satu target tertentu. Namun, untuk memahami makna suatu konsep yang luas dan banyak memiliki interprestasi (misalnya konsep kemerdekaan) maka akan lebih baik jika proses berfikir siswa dibimbing ke arah yang menyebar (heuristik) dengan harapan pemahaman mereka terhadap konsep itu tidak tunggall, menoton, linier.
b.      Pask dan Scott
Pendekatan serialis yang diusulkan oleh Pask dan Scott itu sama dengan pendekatan algoritmik. Namun, cara berfikir menyeluruh (wholist) tidak sama dengan heuristik. Cara berfikir menyeluruh adalah berfikir yang cenderung melompat ke depan langsung ke gambaran lengkap sebuah sistem informasi. Ibarat melihat lukisan, bukan detildetil yang kita amati lebih dahulu, tapi seluruh lukisan itu sekaligus, baru sesudah itu ke bagian-bagian yang lebih kecil.
Pendekatan yang berorientasi pada pengelolaan informasi menekankan beberapa hal seperti “ingatan jangka pendek”(short term memory), ingatan jangka panjang (long term memory) dan sebagainya, yang berhubungan dengan apa yang terjadi dalam otak kita dalam proses pengolahan informasi. Kita lihat pengaruh aliran neurobiologis sangat terasa di sini. Namun menurut teori ini agar proses belajar berjalan seoptimal mungkin, bukan hanya cara kerja otak kita yang perlu di pahami, tetapi juga lingkungan yang mempengaruhi makanisme itu pun perlu diketahui.

C.   Implikasi Teori-Teori Belajar
1.      Teori belajar Behaviorisme
Pemahaman aliran behaviorisme menekankan pentingnya keterampilan dan pengetahuan akademik maupun perilaku sosial sebagai hasil belajar. Pendekatan yang digunakan dalam proses belajar adalah pendekatan akademik. Tujuan pendidikan ditentukan oleh guru/pendidik sebagai lingkungan sehingga bersifat eksternal.peserta didik dianggap tidak perlu melakukan pengendalian belajar sendiri.
Teori behaviorisme pun dalam aplikasinya tergantung pada beberapa hal seperti sifat materi pelajaran, karakteristik siswa, media dan fisilitas pembelajaran yang tersedia. Namun, secara umum, aplikasi teori behaviorisme biasanya meliputi beberapa langkah, diantaranya adalah sebagai berikut :
1.      Menentukan tujuan- tujuan intruksional.
2.      Menganilisis lingkungan kelas yang ada saat ini termasuk mengidentifikasi “entry behavior” siswa (pengetauhan awal siswa),
3.      Menentukan materi pelajaran ( pokok bahasan, topik, dan sebagainya).
4.      Memecah materi pelajaran menjadi bagian kecil- kecil ( subpokok pembahasan, subtopik, dan sebagainya).
5.      Menyajiakan meteri pelajaran.
6.      Memberikan stimulus yang mungking berupa :
·         Pertanyaan (lisan atau tertulis);
·         Tes;
·         Latihan;dan
·         Tugas- tugas.
2.      Teori Belajar Kognitif
Dari aliran psikologi kognitif, teori Piaget tampak lebih banyak digunakan dalam praktek pendidikan atau proses pembelajaran. Tahap kemampuan berpikir pra-operasional ditandai dengan berpikir anak yang bersifat egosentrik-simbolik imlikasinya ialah belajar harus berpusat kepada anak karena anak melihat sesuatu berdasarkan dirinya sendiri.Tahap kemampuan operasional konkret ditandai oleh kemampuan anak untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika walaupun masih terikat oleh objek-objek yang bersifat konkret.Tahap kemampuan berpikir normal mengimplikasikan bahwa anak melalui proses belajar mengajar harus mampu menemukan sendiri, memecahkan masalah sendiri bahkan berpikir menurut konsep sendiri.
Seperti teori Bruner dan Ausubel, teori piaget inipun dalam apliaksi praktisnya sangat memntingkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar. Menurut teori piaget, hanya dengan mengaktifkan siswa, maka proses asimilasi/akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik. Secara umum, pengaplikasian teori peaget biasanya mengikuti pola berikut ini:
1.      Menentukan tujuan- tujuan intruksional
2.      Memilih materi pelajaran
3.      Menentukan topik- topik yang  mungking dipelajari secara aktif oleh siswa ( dengan bimbingan minimun dari guru).
4.      Menentukan dan merancang kegiatan belajar yang cocok untuk topik- topik yang akan dipalajari siswa ( kegiatan belajar ini biasanya berbentuk eksprementasi, problem solving, roleplay, dan sebagainya).
5.      Mempersiapkan berbagai pertanyaan yang dapat memacu kreatifitas siswa untuk berdiskusi untuk bertanya.
6.      Mengevaluasi proses dan hasil belajar.
3.      Konstruktivistik
Ada sejumlah implikasi yang relevan terhadap proses pembelajaran berdasarkan pemikiran konstruktivisme personal dan sosial. Implikasi itu antara lain (Suparno, 1997):
a.       Kaum konstruktivis personal berpendapat bahwa pengetahuan diperoleh melalui konstruksi individual dengan melakukan pemaknaan terhadap realitas yang dihadapi dan bukan lewat akumulasi informasi. Implikasinya dalam proses pembelajaran adalah bahwa pendidik tidak dapat secara langsung memberikan informasi, melainkan proses belajar hanya akan terjadi bila peserta didik berhadapan langsung dengan realitas atau objek tertentu. Pengetahuan diperoleh oleh peserta didik atas dasar proses transformasi struktur kognitif tersebut. Dengan demikian tugas pendidik dalam proses pembelajaran adalah menyediakan objek pengetahuan secara konkret, mengajukan pertanyaan-pertanyaan sesuai dengan pengalaman peserta didik atau memberikan pengalaman-pengalaman hidup konkret (nilai-nilai, tingkah laku, sikap, dll) untuk dijadikan objek pemaknaan.
b.      Kaum konstruktivis berpendapat bahwa pengetahuan dibentuk dalam diri individu atas dasar struktur kognitif yang telah dimilikinya, hal ini berimplikasi pada proses belajar yang menekankan aktivitas personal peserta didik. Agar proses belajar dapat berjalan lancar maka pendidik dituntut untuk mengenali secara cermat tingkat perkembangan kognitif peserta didik. Atas dasar pemahamannya pendidik merancang pengalaman belajar yang dapat merangsang struktur kognitif anak untuk berpikir, berinteraksi membentuk pengetahuan yang baru. Pengalaman yang disajikan tidak boleh terlalu jauh dari pengetahuan peserta didik tetapi juga jangan sama seperti yang telah dimilikinya. Pengalaman sedapat mungkin berada di ambang batas antara pengetahuan yang sudah diketahui dan pengetahuan yang belum diketahui (Mukminan,dkk., 1998: 44; Fosnot (ed), 1996: 18-20) sebagai zone of proximal development of knowledge.
c.       Terkait dengan kedua hal di atas, maka dalam proses pembelajaran seorang pendidik harus menciptakan pengalaman yang autentik dan alami secara sosial kultural untuk para peserta didiknya. Materi pembelajaran sungguh harus kontekstual, relevan dan diambil dari pengalaman sosio budaya setempat. Pendidik tidak dapat memaksakan suatu materi yang tidak terkait dengan kehidupan nyata peserta didik. Pemaksaan hanya akan menimbulkan penolakan atau menimbulkan kebosanan atau akan menghambat proses perkembangan pengetahuan peserta didik.
d.      Dalam proses pembelajaran pendidik harus memberi otonomi, kebebasan peserta didik untuk melakukan eksplorasi masalah dan pemecahannya secara individual dan kolektif, sehingga daya pikirnya dirangsang untuk secara optimal dapat aktif membentuk pengetahuan dan pemaknaan yang baru.
e.      Pendidik dalam proses pembelajaran harus mendorong terjadinya kegiatan kognitif tingkat tinggi seperti mengklasifikasi, menganalisis, menginterpretasikan, memprediksi dan menyimpulkan.
f.        Pendidik merancang tugas yang mendorong peserta didik untuk mencari pemecahan masalah secara individual dan kolektif sehingga meningkatkan kepercayaan diri yang tinggi dalam mengembangkan pengetahuan dan rasa tanggungjaawab pribadi
g.      Dalam proses pembelajaran, pendidik harus memberi peluang seluas-luasnya agar terjadi proses dialogis antara sesama peserta didik, dan antara peserta didik dengan pendidik, sehingga semua pihak merasa bertanggung jawab   bahwa pembentukan pengetahuan adalah tanggungjawab bersama. Caranya dengan memberi pertanyaan-pertanyaan, tugas-tugas yang terkait dengan topik tertentu, yang harus dipecahkan, didalami secara individual ataupun kolektif, kemudian diskusi kelompok, menulis , dialog dan presentasi di depan teman yang lain
4.      Teori Belajar Humanistik
Menurut pandangan ini guru/tenaga kependidikan berperan sebagai fasilitator dari pada sebagai pengajar belaka.Proses pembelajaran diarahkan pada perkembangan kognitif,afektif maupun psikomotorik persrta didik daripada penekanan pada isi aspek dan informasi yang dipelajari. Menurut Roopnanire dan Johnson(1993),pendekatan yang sangat bermakna ialah pendekatan non-akademik yaitu pendekatan yang lebih mengutamakan perkembangan pribadi peserta didik secara utuh daripada penguasaan informasi atau pengetahuan.
Jika kita amati, maka teori humanistik ini dalam praktiknya cenderung mendorong siswa untuk berpikir induktif (dari contoh kekonsep, dari konkret ke abstrak, dari khusus ke umum, dan sebagainya). Oleh karena itu meskipun tidak ada satu pun pakar humanistik yang menjabarkan teori mereka kedalam langkah- langkah teknis, tetapi teori humanistik ini jika diaplikasikan mencakup tahap- tahap berikut.
1.      Menentukan tujuan- tujuan instruksional.
2.      Menentukan materi pelajaran.
3.      Mengedintifiaksi entry behavior siswa
4.      Mengidentifikasi topik- topik yang memungkingkan siswa mempelajarinya secara aktif (“mengalami”).
5.      Mendesain wahana ( lingkungan, media, fasilitas, dan sebagainya) yang akan digunakan siswa untuk belajar.
6.      Membimbing siswa belajar secara aktif.
7.      Membimbing siswa memahami hakikat pengalaman belajar mereka.
8.      Membimbing siswa membuat konseptualisasi pengalaman itu.
9.      Membimbing siswa sampai mereka mampu mengaplikasikan konsep- konsep baru kesituasi yang baru.
10.  Mengevalusi proses dan hasil belajar siswa.
5.      Teori Belajar Sibernatik
Beberapa langkah umum yang biasa kita temui dalam implementasi  teori sebermetik ini adalah sebagai berikut:
1.      Menentukan tujuan- tujuan instruksional.
2.      Menentukan materi pelajaran.
3.      Mengkaji sistem informasi yang terkandung dalam materi tersebut.
4.      Menentukan pendekatan belajar yang sesuai dengan sistem informasinya.
5.      Menyajikan materi dan membimbing  siswa belajar dengan pola yang sesuai dengan urutan materi pelajaran.

D.   Manfaat Mempelajari Teori-Teori Belajar
Belajar itu berfungsi sebagai alat mempertahankan kehidupan manusia. Artinya dengan ilmu dan teknologi hasil kelompok belajar manusia tertindas itu juga dapat digunakan untuk membangun benteng pertahanan. IPTEK juga dapat dipakai unutk membuat senjata penangkis agresi sekelompok manusia tertentu yang mingkin bernafsu serakah atau mengalami gangguan Psycopaty yang berat watak merusak.
Sedangkan manfaat dari mempelajari teori belajar adalah dapat menimbulkan tingkah laku organisme dengan adanya hubungan antara Stimulus (rangsangan) dengan Respond dan dapat memperkuat hubungan antara Stimulus dan Respon tersebut.




BAB III
KESIMPULAN

1.      Berarti teori belajar adalah cara-cara aygn digunakan untuk memahami tingkah laku individu yang relative menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan.
2.      Menurut aliran behavioristik, belajar pada hakikatnya adalah pembentukan asosiasi antara kesan yang ditangkap panca indra dengan kecemderungan untuk bertindak atau hubungan antara stimulus dan respons (R-S).
3.      Pada teori belajar kognitivisme, belajar adalah pengorganisasian aspek-aspek kognitif dan perseptual untuk memperoleh pemahaman. Tujuan
4.      Konstruktivistik adalah integrasi prinsip yang diekplorasi melalui teori Chaos, network, dan teori kekompleksitas dan organisasi diri. Belajar adalah proses yang terjadi dalam lingkungan samar-samar dari peningkatan elemen-elemen inti tidak seluruhnya dikontrol oleh individu
5.      Menurut Teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri.
6.      Teori sibernetik berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu informasi. Menurut teori ini belajar adalah pengolah informasi.
7.      Manfaat dari mempelajari teori belajar adalah dapat menimbulkan tingkah laku organisme dengan adanya hubungan antara Stimulus (rangsangan) dengan Respond dan dapat memperkuat hubungan antara Stimulus dan Respon tersebut

DATAR PUSTAKA

Anonim.2010.  Teori  Belajar  Kognitif  Menurut  Piaget.  D:\Pasca sarjana UNP\Strategi pembelajaran fisika\BAHAN\02 Teori Belajar dan Pembelajaran\piaget

Anonim.  2010.  Teori  Belajar.  D:\Pasca sarjana  UNP\Strategi pembelajaran fisika\BAHAN\02 Teori Belajar dan Pembelajaran\2teori

Anonim. 2010. Teori dan Model Pengajaran dan Pembelajaran. D:\Pasca sarjana UNP\Strategi pembelajaran fisika\BAHAN\02 Teori Belajar dan Pembelajaran\Teori&model P&P

Hudoyo, H., 1990. Matematika dan Pelaksanaannya di Depan Kelas. Jakarta : DepDikbud.

Mukminan. 1997. Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: P3G IKIP. Komalasar

Roopnaire, J. L & Johnson, J.E. (1993).Approaches to Early Childhood, Education, 2nd Edition. New York : Merril.

Sumadi, Suryabrata.1998.Psikologi Pendidikan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada

Suparno, Paul. 1997. Filsafat Kontruktivisme Dalam Pendidikan. Yogyakarta:
                  Kanisius

Sumadi, Suryabrata. 1998. Metodologi Penelitian. Cetakan sebelas. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.

Winkel, WS.1997.Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta : Gramedia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar